Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Berkemah



Hari sudah mulai gelap, sayup - sayup dari kejauhan terdengar gonggongan anjing bersahut - sahutan, derap langkah - langkah kaki berlarian membelah padang ilalang, lari dengan terseok - seok, sesekali menoleh kebelakang dan berteriak - teriak layaknya orang gila.
Aku menghentikan langkahku tepat dibawah pohon beringin besar ditengah tengah padang ilalang, Aku meoleh, dan kudapati Sani berlari menyusulku dan menjatuhkan tubuhnya ditanah dengan napas tersenggal - senggal, tak jauh darinya Irfan berdiri dengan wajah yang kusut.

Aku duduk disamping Sani yang merebahkan dirinya, Irfan mendekat dan menjatuhkan tasnya dengan kasar, ia menendang kaki Sani, tidak terlalu keras sebenarnya, tetapi dapat membuat ia mengaduh kesakitan. 
"Apa ! " Irfan menatap Sani tajam, Sani yang tadinya memegangi kakinya langsung bangkit berdiri dan balik menatap Irfan tajam. " Kenapa kau..." "Kenapa ? Apa aku tidak salah dengar ? seharusnya kau tahu kenapa kita begini sekarang ! " Irfan terlihat amat marah, ia bahkan siap untuk mengeluarkan kata - katanya lagi sebelum aku memotong kata katanya dan memisah mereka berdua "Astaga Fan, tenanglah ! " 
"Tenang ? Bagaimana aku bisa tenang ? " Ia menunjuk Sani " kita ada dimana sekarang dia tidak tahu Dell ! Dia bahkan membaca peta yang salah ! " Ia menunjuk lagi kearah kami berlari tadi "Dan kita dikejar anjing - anjing kelaparan disana ! "
Aku mengusap wajahku kasar, irfan memang temperamen, ia bisa marah meledak ledak kalau tidak segera dihentikan, tetapi apa yang ia katakan benar,  kami dikejar oleh gerombolan anjing yang terlihat kelaparan tadi, dan itu semua dikarenakan Sani yang tidak bisa membaca arah pada peta dengan benar. 
" Oke.. Soal peta itu salahku, tapi.." Sani terlihat geram, ia benci jika ia berada posisi yang disudutkan. " Anjing ? Itu salahku ?! " 
"Aku hampir tergigit ! " Ia memperlihatkan kakinya yang tak ada luka sama sekali, Sani mencibir "Itu hampir "
"Kau mau aku terkena.."
"Irfan ! " Aku membentak Irfan dengan mata melotot, Irfan bahkan tak melihatku sama sekali ia malah sibuk dengan rentetan kalimat kalimat amarahnya pada Sani yang hanya membalasnya dengan cibiran.
"Oke.. oke salahku, lalu kau mau apa ? ! " 
"Cukup ! " Aku  mendorong mereka berdua agar saling berjauhan, Sani hanya menggerutu, sednagkan Irfan membuang muka ketika aku menatapnya.
"Tidak ada gunanya kalian bertengkar, hari sudah mulai malam, sebaiknya kita cari tempat mendirikan tenda " Irfan mendongak melihat langit, sepertinya ia baru sadar jika lembayung senja tengah menghias langit yang tadinya biru. 
Sani bangkit berdiri memanggul tasnya yang sedari tadi dicampakannya ditanah "Ya sudah. " 

Aku terdiam menunggu reaksi Irfan, ia melangkah mendekat kearah Sani, aku menelan ludah, aku ingat terakhir kali mereka bertengkar dan berakhir di ruang kesehatan dengan wajah biru disana sini, mengingat itu aku selalu berupaya menjadi penengah diantara mereka berdua jika bertengkar, Irfan menepuk - nepuk bahunya. Ia tersenyum menatapku yang berdiri dibelakang mereka, Sani menatapku dan tersenyum lebar, mereka hanya diam tapi kau tahu mereka tidak akan berkelahi.


"Tenang saja, Del, Kami masih waras untuk  berkelahi disini " Irfan menepuk lagi bahu Sani kali ini dengan keras, Sani hanya mengangguk anggukan kepalanya "Setidaknya sampai kita berhasil keluar dari gunung ini " lanjutnya dengan terkekeh, Sani hanya tertawa hambar.

Kami kembali membelah padang ilalang menuju kearah pepohonan tinggi,Irfan dan Sani berjalan memimpin dan aku berada dibelakang mengekori mereka, sesekali aku menengok kebelakang, takut - takut gerombolan anjing kelaparan mengikuti kami. "Berhenti menengok Dell ! " Suara Irfan membuatku berjengit kaget. Sani menoleh kearahku dengan wajah usil " Astaga kau ketakutan ! ? " 
"Aku cuma memastikan ! " Bantahku lalu diam sambil terus mengikuti langkah kaki mereka berdua, sejak aku terbangun dari mimpi aneh itu, aku merasa gelisah, rasanya aku ingin lari dan bersembunyi, tetapi aku tidak tahu harus lari dari apa  ? dan harus bersembunyi dari siapa  ? dan wanita pucat itu yang kulihat itu halusinasi atau kenyataan ? 
Pikiran pikiran negatif terus berkecamuk di otakku, aku bahkan tak menyadari ketika kami telah berada didepan danau. "Kita dirikan tenda disini saja, " Irfan memerintah, "Sani kumpulkan kayu bakar dan aku akan memdirikan tenda dengan Della " 
"Okee" Sahut Sani riang, ia melompat setelah menjatuhkan tasnya mencari ranting ranting pepohonan disekitar, kadang aku berpikir, bagaimana Sani mepunyai energi yang tidak ada habis habisnya, ia mampu meloncat kesana kemari seperti anak kecil sesekali berteriak teriak dalam senandung yang ia lafalkan, dan ia tidak pernah terlihat lelah sedikitpun. Ia seperti handphone yang dayanya selalu terisi penuh. 

Yah seandainya disini ada sinyal, mungkin aku bisa menelpon 

Kami selesai mendirikan tenda, hanya satu mengingat kami tidak berniat berkemah ditengah hutan, Sani tengah menyusun kayu bakar. Ia memuatar mutar sebuah ranting diaras deadaunan, aku mendekat dengan heran "Apa yang kamu lakukan ? " 
"Aku pernah melakukan ini saat disekolah dasar, api akan muncul didaun daun ini ! " Sahutnya semangat, Irfan datang dan  duduk diam memperhatikan. "coba saja sampai tanganmu melepuh " 
"Kita ada korek api San, kau tidak perlu repot repot " 
Sani tidak mendengarkan, ia masih terus memutar mutar ranting pohon tadi, Irfan duduk diam tak merespon 

Oh tidak, jangan lagi. . ! 

Aku menggapai bahu Sani namun entah kenapa terasa sangat jauh, aku berteriak memanggil nama Irfan ia diam tak bergeming, seolah tak mendengar suaraku. 
Aku mundur kebelakang, kakiku tersandung akar pohon dan aku jatuh terduduk "Ini mimpi "

"Pasti mimpi "  Aku menepuk pipiku dengan menggumamkan kata yang sama, menepuk nepuk pipiku berulang ulang, ada seseuatu yang bahah menyentuh dahiku, aku mendongakkan kepalaku keatas dan kudapati wanita berwajah pucat tengah membuka mulutnya lebar lebar di depan ku, ia seakaan akan siap menelanku hidup hidup, aku menjerit keras dan mundur menjauh, wajahnya mengerikan seperti wajah wanita tua yang keriput, namun bergaris garis hitam samar, 
Aku beringsut menjauh dari wanita itu dengan perasaan takut luar biasa, dengan tergesa gesa dan tidak sadar jika kakiku tergores batang kayu hingga berdarah, 

Astaga ini bukan mimpi ! Aku menjerit lagi sambil menutup mataku erat erat ketika kulihat wanita itu dengan terseok mendekat, punggungku menabrak pohon dibelakangku, aku meringkuk ketakutan, tanganku memeluk tubuhku sendiri mencari perlindungan 
Sebuah tangan menyentuh kakiku, dingin dan terasa kasar, aku tidak berani membuak mataku, aku berteriak memanggil nama Sani dan Irfan berulang ulang, air mataku tak terbendung lagi, tangan itu menyentuh wajahku dan memaksa aku mendongak, aku berteriak lagi dan memberontak, tapi tangan itu sangat kuat mencengkram kedua bahuku dan mengguncang tubuhku keras, aku menagis sesegugan masih tidak berani membuka mataku. 

"DELLA ! "Suara Sani berteriak ditelingaku, aku meringis dan segera membuka kedua mataku, ada Irfan dan Sani yang menatapku dengan heran 

Oh, jangan mimpi lagi

"Kau kenapa Dell ? "Irfan bertanya sambil mengeluarkan saputangan dan melemparkannya kewajahku, aku merasa seperti orang linglung. "Kau menangis tiba tiba "

wanita pucat tadi kemana ? Batinku, aku meringis apakah tadi mimpi lagi ? buru - buru aku memeriksa kakiku, disana kudapati luka gores kecil dengan sedikit darah yang mengalir, 
"Irfan ! " Aku berlari kearahnya dan memegangi jaketnya denga gemetar "Wanita pucat itu pasti hantu ! Ya tuhan kita dikejar hantu gentayangan ! " Aku merengek dihadapan mereka berdua, Sani menatapku dengan bingung, sedangkan Irfan menggelengkan kepalanya "Kau kelelahan Dell , " 
"Tidak Fan ini nyata, dia melukaiku, "Aku menunjuk kakiku, "Lihat ? aku tergores karena hantu itu ! San, ayo kita pulang ! " Aku menarik jaket Sani dan Sani hanya diam menatapku
"Dell, kau terluka saat dikejar anjing, "Sahutnya datar, Aku menangis sesegukan dihadapan mereka berdua sambil bergumam gumam kata pulang, aku ketakutan, sangat, sejak awal wanita itu menghantui perjalanan kami, ia ada, dan mengikuti kami, menghantui 

"Kita akan pulang Dell, " Irfan menepuk pelan bahuku, sambil tersenyum, ia mendongak menatap langit yang gelap,

"Besok setelah matahari terbit " 


Post a Comment for "Berkemah"